Judul : MEDIA SOSIAL MENURUT PANDANGAN ISLAM
link : MEDIA SOSIAL MENURUT PANDANGAN ISLAM
MEDIA SOSIAL MENURUT PANDANGAN ISLAM
MEDIA SOSIAL MENURUT PANDANGAN ISLAM
Facebook dan situs-situs yang lainnya serta penggunaan internet adalah
suatu hal yang baru. Dengan artian belum ada pada zaman Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. Internet ada pada zaman modern seperti sekarang.
Jadi tidak ada dalil khusus dari Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang hukum
dari menggunakan jasa internet atau mengakses situs tersebut. Akan
tetapi kaedah fiqhiyah mengatakan "hukum asal dari sesuatu adalah mubah
(boleh)." Berangkat dari kaedah tersebut. Kita dapat meninjau bahwa
hukum penggunaan jasa internet dan mengakses situs-situs yang tidak
berbau unsur-unsur yang diharamkan maka hukumnya adalah mubah
(boleh).[2]
الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ
asal dari segala sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Dari hasil penelitian dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membuat
dua kaedah ushul fiqih berikut ini: Hukum asal untuk perkara ibadah
adalah terlarang dan tidaklah disyari’atkan sampai Allah dan Rasul-Nya
mensyari’atkan. Sebaliknya, hukum asal untuk perkara ‘aadat (non ibadah)
adalah dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya
melarangnya.
Dari kaidah di atas dapat disimpulkan untuk kaedah
pertama yaitu hukum asal setiap perkara ibadah adalah terlarang sampai
ada dalil yang mensyariatkannya. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
ibadah adalah sesuatu yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Barangsiapa yang memerintahkan atau menganjurkan suatu amalan
yang tidak ditunjukkan oleh Al Qur’an dan hadits, maka orang seperti
ini berarti telah mengada-ada dalam beragama (baca: berbuat bid’ah).
Namun, untuk perkara ‘aadat (non ibadah) seperti makanan, minuman,
pakaian, pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya adalah diperbolehkan
kecuali jika ada dalil khusus yang mengharamkannya.
Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di –rahimahullah- mengemukakan bahwa,
perkara mubah dibolehkan dan diizinkan oleh syari’at untuk dilakukan.
Namun, perkara mubah itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang
baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan. Perkara
mubah terkadang pula mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia
dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang. Apabila perkara mubah
tersebut mengantarkan pada kebaikan, maka perkara mubah tersebut
diperintahkan, baik dengan perintah yang wajib atau pun yang sunnah.
Orang yang melakukan mubah seperti ini akan diberi ganjaran sesuai
dengan niatnya. Begitu pula jika perkara mubah dapat mengantarkan pada
sesuatu yang dilarang, maka hukumnya pun menjadi terlarang, baik dengan
larangan haram maupun makruh.
Jadi intinya, hukum facebook adalah
tergantung pemanfaatannya. Kalau pemanfaatannya adalah untuk perkara
yang sia-sia dan tidak bermanfaat, maka facebook pun bernilai sia-sia
dan hanya membuang-buang waktu. Begitu pula jika facebook digunakan
untuk perkara yang haram, maka hukumnya pun menjadi haram.[3]
Dijelaskan dalam kompilasi bahtsul masaail bahwa berkomunikasi dengan
seorang perempuan, melalui media dalam bentuk apapun, seperti HP,
Internet (yang sedang marak pada saat ini adalah facebook) dll, pada
dasarnya sama saja dengan berkomunikasi secara langsung. Jika
menimbulkan syahwat atau fitnah (dorongan dalam hati untuk bersetubuh)
maka tidak diperbolehkan alias haram. Sebab hal ini menjadi penyebab
untuk melakukan larangan-larangan syariat yang lebih jauh lagi, seperti
khalwah, bermesraan atau bahkan sampai pada perzinaan.[4]
Dengan
adanya fenomena facebook, banyak pihak yang merasa keberadaannya
menghawatirkan, karena adanya penyalahgunaan. Diantaranya untuk sarana
bermesum, atau juga untuk bergosip, berhasad, bergunjing, atau
menyebarkan berita bohong.[5]
Untuk itu sebaiknya pemanfaatan yang paling
baik yaitu facebook dimanfaatkan untuk dakwah.
Kebanyakan orang
betah berjam-jam di depan facebook, bisa sampai 5 jam bahkan seharian,
namun mereka begitu tidak betah di depan Al Qur’an dan majelis ilmu.
Ibnul Qayyim menyebutkan nasehat seorang sufi yang ditujukan pada Imam
Asy Syafi’i. Ia berkata,
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Jawabul Kafi bahwa, jika waktu
hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar
menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya
dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka
sungguh kematian lebih layak bagi dirinya. (Al Jawabul Kafi, 109)[6]
Begitu juga dengan persoalan bagaimana sebenarnya hukum main game dalam pandangan Islam?
Sebenarnya asal hukum games yang ada di dalam komputer sama dengan
hukum facebook karena merupakan perkara baru yang tidak ada di zaman
Nabi yaitu sesuatu yang mubah atau boleh dilakukan dan ditinggalkan.
Selama games itu bukan dijadikan sarana dalam perjudian yang diharamkan
syari’ah. Namun bahwa beberapa orang telah membuang sekian banyak waktu
yang berharga hanya untuk duduk bermain-main dengan games itu, maka
tindakan itu adalah tindakan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Tetapi
kita tidak bisa mengharamkan games atau komputer sebagai sebuah media
atau alat. Karena yang namanya media atau alat itu tergantung siapa yang
menggunakan atau bagaimana cara seseorang menggunakannya.
Dalam
visi tertentu, sebuah program games bisa digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat seperti simulasi dari sebuah pelajaran, latihan kecepatan dan
ketepatan menembak dan sebagainya. Para calon pilot tempur pun
menggunakan games komputer untuk berlatih sebelum mereka bertempur
secara sesungguhnya di medan laga. Semua itu tergantung dari bagaimana
cara menggunakan fasilitas modern itu.
Namun kita harus mengakui
bahwa ada sekian banyak orang yang telah menjadikan tempat-tempat games
(dan internet) itu sebagai sarana buang waktu dan juga buang uang.
Karena mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari
untuk sesuatu yang tidak pernah ada kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Games itu cenderung hanya memberikan kesenangan yang
melalaikan. Bahkan dalam prakteknya, mereka pun sering lupa shalat,
sekolah, bekerja atau mengerjakan hal-hal yang sudah menjadi
kewajiban.[7]
Berikut ini adalah hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang
kecanduan untuk bermain game:
Pertama, Teman Bergaul. Tak bisa
dipungkiri bahwa teman bergaul adalah hal yang paling banyak
mempengaruhi seseorang. Bagaimana tidak, teman adalah orang yang selalu
bergaul dengan kita, otomatis gaya hidupnya menjadi gaya hidup kita.
Seseorang bisa berteman dengan orang lain, karena visi dan misi mereka
hampir sama, tidak mungkin kita berteman atau bersahabat dengan
seseorang yang visi dan misinya jauh berseberangan.
Kedua,
Kesenggangan Waktu. Kadang, karena kebingungan kita untuk mengisi
kesenggangan waktu kita, akhirnya kita terjerumus dalam bermain video
game. Tanpa kita sadari, sebenarnya itu adalah awal dari langkah syaitan
untuk menjerumuskan kita untuk kecanduan pada hal tersebut. Seperti
hal-hal buruk lain, awalnya hanya coba-coba, akhirnya lalu kecanduan,
lalu berlebihan.
Ketiga, Masa Muda. Tanpa anda sadari, zaman
sekarang sudah jauh berbeda dengan zaman 20 tahun yang lalu. Kalau masa
muda di zaman dahulu lebih banyak digunakan untuk melakukan perjalanan,
pergaulan, mencari ilmu, dan lain-lain, anak muda zaman sekarang
cenderung lebih suka menghabiskan waktu mereka untuk berfoya-foya,
bermain game, demonstrasi, dan sebagainya.[8]
Dalam perkembangannya
ada jenis game yang menurut Islam haram yakni game poker. Game poker
adalah fenomena yang biasa bagi seorang pengguna facebook. Tak dapat
dipungkiri bahwa banyak diantara kaum muslimin yang menghabiskan
waktunya untuk bermain poker di facebook. Dan hal ini adalah yang
terlarang di dalam Islam. Menurut fatwa yang dapat ditemukan, dijelaskan
bahwa baik yang bermain yang menggunakan uang, maupun yang tidak tetap
saja haram.Jika mereka bermain menggunakan uang, maka hal itu dihukumi
judi, sedangkan jika tidak menggunakan uang maka itu disamakan dengan
bermain dadu oleh para ulama. Hukum permainan dengan menggunakan dadu
itu sendiri adalah haram sebagaimana dapat ditemukan dalam Sabda
Rasulullah dengan sanad kepada Imam Muslim dari sahabat Nabi, Buraidah
r.a :
مَنْ لَعِبَبِ ا لنَّرْدَشِيرِفَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَده فِي لَحْم خِنْزِيروَدَمه
Barangsiapa bermain dadu, maka seakan-akan ia telah mencelupkan
tangannya ke dalam daging babi dan darahnya. (HR. Muslim 2260)[9]